Pertama kali kamu menyapaku. Aku tau, kamu lelaki yang baik. Jujur aku kagum sama kamu. Rasanya tidak mungkin kalau aku menjadi salah satu yang kamu pertimbangkan. Aku tau kadarku. Masih jauh dari kata baik. Tapi, apa boleh kalau aku mencoba? Rasanya tidak ada hal yang bisa aku unggulkan untuk menjadi tawaran. Sedang kamu terlihat begitu cemerlang. Melihat kamu aku seperti melihat sisi-sisi terbaikku. Tapi tentu saja cahayamu lebih terang. Mengetahui mimpimu, rasanya mimpi-mimpiku yang telah lama terkubur tersentuh dan ingin untuk bangkit lagi. Tapi, apakah aku punya kesempatan? Aku akan memilih diam. Semoga rasa kagum ini mau bersembunyi. Malu rasanya apabila sampai ketahuan. Tapi aku janji pada diriku sendiri. Untuk berbenah dan memperbaiki diri ini. Untuk memantaskan diri. Meskipun aku berkecil hati. Tapi kamu rasanya seperti tumpukan mimpi dari masa kecilku yang menjelma menjadi seorang lelaki. Yang ingin aku raih, tapi malu sendiri. Kalau boleh sedikit di luar nalar, apa mungkin
Sebelumnya, aku di sini cuma orang awam yang ingin menumpahkan pemikiran yang selama ini terkungkung di kepala dan meronta untuk dialirkan menjadi sebuah tulisan. InsyaAllah aku gak alergi dengan perbedaan pendapat, tapi kalau ada yang salah silahkan koreksi di kolom komentar. Aku baca dan renungi.. InsyaAllah.. Malam ini kepalaku mumet dengan banyak persoalan dan hatiku pun sesak dengan gumulan perasaan. Burn out kali ya kalo kata anak gaul jaman sekarang. Apapun istilahnya, tapi aku rasa kalian pun pernah merasakan hal yang sama. Terlalu banyak yang kita pikirkan dan rasakan. Sampai rasa-rasanya kepala ini mau meledak dan dada ini sudah tidak sanggup dengan gemuruhnya. Sampai aku baca salah satu pasal di Kitab Al-Hikam Syaikh Ibnu Atha'illah As-Sakandary yang ke-4, berbunyi: اَرِحْ نَفْسَكَ منَ التـَدْ بـِيْرِفماَ قامَ بهِ غيرُكَ عَنْكَ لا تقـُمْ بهِ لنـَفـْسك Artinya: " Istirahat/enakkan dirimu/pikiranmu dari kesibukan mengatur dirimu, dari apa-apa yang telah diatur/dijam